Salam persaudaraan,

Selamat datang di blog resmi Persaudaraan Setia Hati Terate Cabang Bogor. Ini adalah sarana untuk berkomunikasi dan menyebarkan SH Terate di muka bumi melalui dunia maya. Untuk semua kadang PSHT di manapun, kiranya berkenan untuk mengunjungi blog kami dan meninggalkan pesan serta saran-saran demi kemajuan PSHT pada umumnya, dan PSHT Cabang Bogor khususnya.

16 Okt 2009

Ngerti Dalam Tataran Ilmu Setia Hati

Tak dipungkiri, hidup butuh perjuangan mencapai pemenuhan hajat. Laksana air, ia terus bergerak dari satu tempat ke tempat lain mengisi multi ruang dan dimensi. Konsekuensinya muncul beda pendapat silang pandang dan persaingan antar kepentingan. Dampak lebih konkret lagi terjadinya persinggungan antar individu, kelompok, dan komunitas. Perang acapkali menjadi penyelesaian paling frontal, lantaran pihak-pihak yang saling bertikai, sama-sama ngotot mempertahankan kepentingannya kukuh ngugemi karep, seakan tak ada lagi jalan penyelesaian secara damai. Musyawarah mencapai mufakat dianggap barang yang tak punya nilai hingga otot jadi pertaruhan akhir.

Padahal, jika mau menyelami lebih dalam lagi, ruang penyelesaian terhadap beda pendapat, kebersinggungan dalam pranataan multidimensi, masih terbuka lebar. Bahkan ruang ini hampir tidak terbatas, saking luasnya apalagi jika kita mau menghayati dan mencari akar persoalan yang sebenarnya. Sumber penyulut angkara yang menyebabkan akal sehat tak lagi berfungsi dan gerak ragawi mengalahkan nilai-nilai pengendalian diri.

Apa itu? Jawabnya adalah nurani, kompas jati diri pengendali arah refleksi jiwa sekaligus raga. Inspirator segala kebijakan yang dijabarkan oleh gerak emosi atau nafsu. Juga, motor penggerak aktivitas indra dan anggota raga.

Di sinilah kadang perlunya Persaudaraan Setia Hati Terate, ditekankan selalu mengasah nurani, mulat sarira hangrasawani. Tujuannya agar setiap tindakan dan pikirannya selalu terkontrol, tidak over acting, selaras dengan proporsinya, bisa empan papan. Karenanya, kesantunan dan kesadaran empan papan ini mutlak harus disikapi dan tidak boleh diabaikan.

Jika setiap warga Persaudaraan Setia Hati Terate ini sudah bisa bertindak dan berpikir dengan konsep empan papan sesuai dengan proporsinya, maka dia akan muncul dengan sosok yang disegani. Sebab dirinya memang sudah sampai pada konsepsi kesadaran makna diri (ngerti). Ibaratnya, ia akan tampil sebagai sosok yang mampu manjing ajur ajer, cendhek datan kaungkulan, dhuwur datan ngungkul-ungkuli.

Tentu, kesadaran makna diri ini tidak akan muncul tanpa proses pembelajaran secara kontinyu. Karena itu, Persaudaraan Setia Hati Terate ini telah meletakkan dasar pembelajaran ngerti empan papan ini sejak dari siswa, melalui pelajaran kesantunan dan konsep penghormatan. Misalnya, begitu datang di tempat latihan, mereka disarankan saling berjabat tangan.

Kemudian setelah berganti pakaian, sebelum memulai latihan harus menghormat pada pelatih. kemudian, bersama-sama pelatih mengawali kegiatan dengan berdoa bersama.

Proses pembelajaran ini, sesungguhnya merupakan awal peletakkan dasar kepada siswa untuk bisa empan papan. Pertama, menghargai nilai-nilai keberadaan orang lain yang diwujudkan lewat berjabat tangan. Kedua, peletakan dasar kesantunan antara yang muda kepada yang lebih tua yang ditunjukkan lewat aktivitas menghormati kepada pelatih. Ketiga, pengenalan dasar pengertian dan kesadaran atas keberadaan Tuhan yang diwujudkan dengan doa bersama sebelum memulai kegiatan.

Konsep pembelajaran ini diteruskan secara berjenjang, selama siswa berproses menjadi warga dari tingkat ke tingkat, melalui pelajaran kerokhanian. Targetnya, setelah siswa menjadi warga , ia akan bisa mengamalkan ajaran itu dalam kehidupan masyarakat.

Contoh sederhana, bagaimana kita bersikap saat berada di lingkungan kerja dan bagaimana pula bersikap saat berada di tengah-tengah lingkungan dan masyarakat.

Untuk menuju ke arah itu terdapat empat tingkat pengertian dan kesadaran harus dipegang teguh, yakni: pertama, mengerti keberadaan diri sendiri (ngerti lungguhing kapribaden); kedua, mengerti keberadaan orang lain (ngerti lungguhing ngaurip); ketiga, mengerti pada keberadaan Tuhan (ngerti punjering manembah); keempat mengerti jalan menuju kematian (ngerti dumunge pati).

Ngerti Lungguhing Kapribaden

Ini adalah tingkat kesadaran pertama, di mana setiap kadang Persaudaraan Setia Hati Terate diwajibkan untuk mengerti dirinya. Ia, sebagai sesosok titah (ciptaan), keberadaanya tidak lebih baik dari titah sakwantah (manusia bisaa). Karenanya ia pun harus bisa memposisiskan dirinya pada proporsi yang paling bersahaja, tidak merasa besar, ora kemlinthi, karena selain dirinya, masih ada titah-titah lain, yang baik hak dan kewajibannya adalah sama - setara.

Sebaliknya, karena dirinya mengerti bahwa kedudukan setiap titah pada dasarnya sama, maka di mana pun berada, ia tidak akan kehilangan kepercayaan diri (dalam lingsem). Pun tidak akan kelewat percaya diri (super ego, tidak sombong). Penampilannya, kendati tampak bersahaja, sederhana tapi tidak berkesan miskin, wibawa tapi tidak angker. Dan, setiap gerak geriknya terpancar sebuah sikap percaya diri (Setia Hati).

Ngerti Lungguhing Urip

Hidup merupakan sebuah proses menuju titik akhir dalam berdharma. Karena keberadaanya berkisar pada proses, maka sangat mustahil jika berjalan sendiri. Ada sebuah sistem yang mempengaruhinya. Bahkan, sistem itu pada kondisi tertentu, mutlak diperlukan keberadaanya , dalam proses pembentukan jati diri. Misalnya sebuah sistem yang mengharuskan seseorang berjalan disisi kiri dalam berlalu lintas. Atau sistem yang mengarahkan seseorang harus patuh pada jadwal rutinitas kerja.

Yang jadi soal barangkali adalah apakah kita selamanya harus larut ke dalam sistem dengan melepas eksistensi yang kita miliki? Apakah kita mesti total mempertaruhkan nilai-nilai privasi masuk ke dalam sebuah sistem demi mempertahankan sistem yang ada? Tentu saja bukan demikian yang kita harapkan. Sebab acapkali tidak semua sistem bisa berjalan berdampingan dalam satu waktu dan ruang yang sama. Misalnya sistem berlalu-lintas di Indonesia mengharuskan kita berjalan di sebelah kiri, karena yang dipakai sistem berlalu-lintas Eropa. Tapi apakah kita menggunakan sistem ini jika kita naik mobil di jalan raya di Benua Amerika, yang notabene, menggunakan sistem kanan?

Contoh lain, dalam sistem militer, bawahan harus memberi hormat pada atasan dengan cara hormat ala militer. Apakah aturan itu juga bisa diberlakukan dalam keluarga? Misalnya, dengan mengharuskan istri dan anak-anak melakukan sikap hormat militer pada suami dan ayahnya? Tentu saja jika ini dilakukan, akan kelihatan lucu, bahkan akan malah jadi bahan tertawaan orang lain.

Persaudaraan Setia Hati Terate, sebagai bagian dari masyarakat majemuk, sudah barang tentu memiliki dasar ajaran berhadapan dengan persoalan ini. Yakni, pada prinsipnya, warga Persaudaraan Setia Hati Terate tidak mengatur dan tidak mau diatur. Tapi warga Persaudaraan Setia Hati Terate akan berusaha semaksimal mungkin menjunjung tinggi, mematuhi, dan melaksanakan aturan yang sudah menjadi kesepakatan bersama.

Apalagi jika sudah berhadapan dengan kebenaran mutlak. Kebenaran samawi (hakiki) sebagai sbuah kebenaran yang diyakini bersumber pada firman Tuhan. Kebenaran yang tidak lagi memiliki nilai tawar, alias wajib hukumnya untuk ditegakkan.

Ngerti Punjering Manembah

Kesadaran terhadap pranatan kepribaden dan makna hidup (ngaurip) ternyata belum cukup jika dijadikan proses dasar pembentukan jati diri. Alasan mendasar, setelah manusia berproses di bumi untuk menyelesaikan tugas dan dharma, pada saat yang telah ditentukan tibalah saat kepastian yang bernama maut atau mati (pati).

Kata lain, bahwa hidup ini sesungguhnya hanya sebuah proses perjalanan menuju kematian. Karena sifatnya hanya proses, maka berlaku hukum ketidakpastian, bersifat sementara, dan tidak kekal atau fana. Terminologi Jawa sering mengatakan, "Urip mono sejatine mung mampir ngombe" (Hidup itu sekadar mampir untuk minum).

Pertanyaan azazi muncul ketika kita berhadapan dengan fenomena ini. Jika hidup ini hanya berlaku sementara, lalu apa sesungguhnya tugas manusia selama berproses di bumi?

Pertanyaan kedua, jika akhirnya bumi ini pun bakal ditinggalkan, bekal apa yang musti dibawa untuk menuju alam lain yang bernama alam keabadian?

Mengisi hidup dengan dharma bhakti, sehingga ketika menjalani proses dalam kehidupan ini mempunyai nilai. Kedua, kepada siapa harus berbakti?

Sebelumnya, SH Terate mengenal tiga tataran bakti dalam kehidupan. Yaitu, berbhakti kepada guru, orfang tua, dan sesama.

Tingkatan bhakti ini sangat erat kaitannya dengan dharma ketika kita berproses dalam kehidupan. Padahal setelah berproses dalam kehidupan di bumi yang bersifat sementara ini, Setia Hati yakin adanya dunia lain yang lebih abadi. Dunia yang bersifat langgeng.

Dus, kepada siapa bhakti tersebut harus dipersembahkan jika sudah merambah fenomena hidup dan mati? Jawabnya, tak ada lain kecuali berbhakti kepada yang menjadikan manusia ada, berada, hidup, menempati ruang di bumi dan mematikannya. Yang menjadikan bumi dan memusnahkannya. Yang Awal dan Yang Akhir. Yang Maha Kekal dan Abadi. Yakni Allah, Tuhan Pencipta Bumi, Manusia dan Seisinya.

Pada tingkat kesadaran ini Setia Hati mempunyai prinsip ajaran yang tegas. Yaitu, mewajibkan kepada setiap warganya berbhakti kepada Allah, sesuai dengan agama dan kepercayaan yang diyakini, serta mewajibkan warganya menjalankan dan mematuhi hukum syariat agama dan kepercayaan yang diyakininya itu pula.

Dengan demikian Setia Hati secara prinsipil wewajibkan warganya untuk be-Tuhan, mengimani dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Ajaran ini secara tegas tersurat dalam Mukadimah Setia Hati Terate yang berbunyi, "Maka Setia Hati pada hakikatnya tanpa mengingkari segala martabat-martabat keduniawian, tidak kandas /tenggelam pada pelajaran pencak silat sebagai pendidikan ketubuhan saja, melainkan lebih lanjut menyelami ke dalam pendidikan kejiwaan untuk memiliki sejauh-jauh kepuasan hidup abadi lepas dari pengaruh rangka dan suasana."

Pemahaman makna keberadaan hidup manusia yang setiap saat wajib berbhakti pad Tuhan inilah sesungguhnya yang mendekatkan dan menuntun diri kita pada pengertian hakiki tentang keberadaan Allah sebagai Sang Pencipta (al-KHalik) yang wajib disembah (ngerti punjering manembah).

Jika kesadaran ini benar diamalkan, maka akan tumbuh keasadaran pada diri bahwa kehidupan manusia di bumi ini sesunggunya tidak kekal. Bahwa pada saat yang sudah ditentukan, menusia akan mati. Karenanya, tugas manusia selama hidup di bumi ini tidak ada lain kecuali berbhakti kepada Allah. Sehingga pada akhir perjalanan nanti, bisa memiliki sejauh-jauh kepuasan hidup abadi lepas dari pengaruh rangka dan suasana. Itulah yang oleh leluhur kita sering disebut sebagai "Ngerti marang dununge pati"

Tulisan ini merupakan hasil wawancara Mas Andi Cs Kisbandiyo alias Andi Casiyem Sudin dangan Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun H.Tarmadji Boedi Harsono, SE

Sumber: http://shteratecantrik.blogspot.com

SH Terate dan Puncak Gunung Lawu

Petuah Ketua Umum SH Terate: Ajaran SH Terate dan Pucak Gunung Lawu

Ajaran SH Terate paling pokok adalah senam, jurus, pasangan, sambung. Itu pokok. Di tengah itu diajari permainan toya, dan permainan kripen. Ora iso toyak, ora iso kripen, ora iso glati, (Tidak bisa toya, tidak bisa kripen, tidak bisa belati – pen) ndak masalah. Karena itu ajaran tambahan.

Kemudian pelajaran terakhir, latihan ousdower, peregangan, dan ousdower. Jadi yang di muka (senam, jurus, pasangan, sambung -pen) sudah mampu, belakang ndak apa-apa. Kalau ada waktu diajari. Baru (setelah itu – pen) siswa diajari pendidikan rohani yang dikenal dengan ke-SH-an. Ya itu saja.

Saya berpesan, tolong segala sesuatu (segala laku – pen) milik pribadi jangan dianggap ajaran SH Terate. Saya anak didik almarhum (Alm. RM. Imam Koesoepangat). Tidak pernah almarhum itu bicara bahwa inilah ajaran SH Terate. Saya sering diajak tirakatan. Baik naik ke Gunung Lawu maupun ke Pantai Selatan. Tapi almarhum tidak pernah mengatakan, apa yang dilakukan itu ajaran SH Terate. Itu laku almarhum. Karena almarhum semasa hidupnya memang suka tirakat.

Kemudian soal acara naik ke puncak Gunung Lawu. Banyak saudara kita yang salah tafsir terhadap kegiatan ini. Mereka menganggap naik ke Puncak Gunung Lawu itu sebagai bagian dari ajaran kerokhanian SH Terate. Ada pula yang mengaitkan dengan ajaran klenik. Saya katakan, tujuannya bukan itu. Bukan. Itu (laku alm. Imam Koesoepangat – pen), milik pribadi yang ditularkan dari almarhum.

Dalam perkembangannya, itu jadi kegiatan bagi calon Tingkat II yang akan disyahkan. Pertanyaannya, apakah prasyarat mau disyahkan ke Tingkat II, mesti naik ke Gunung Lawu? Sebetulnya tidak begitu. Saya dulu mau masuk ke tingkat II testingnya ngubengi (berlari mengitari – pen) Kota Madiun. Waktunya dibatasi, paling lama 40 menit (waktunya dibatasi hanya 40 menit – pen). Kemudian berkembang, orang mau masuk ketingkat II harus mampu berjalan dari Plaosan ke Sarangan. Kalau ke Puncak Lawu ndak. Perkembangan selanjutnya dari Tawang Mangu ke Puncak Lawu. Itu apa? (Sebenarnya tujuannya apa? – pen). Hanya dites mentalnya. Calon tingkat II itu punya kemauan keras apa tidak.

Kalau di SH Terate itu madhep karep, mantep, sakehing loro, gedhening pati wani nglakoni Gusti Allah gak sare (besar tekadnya dan berani menghadapi tantangan, Allah tidak pernah tidur – pen) . Maksudnya, kalau kamu berpijak rebah alur sadedek sapengawe (instropeksi – pen) sejak dari awal, tidak ada kamus tidak bisa. Jadi harus berupaya. Tidak mengenal putus asa.

SH Terate tidak membuka mata, kadangnya melakukan puasa (tirakat). Itu urusan pribadi-pribadi. Silakan, tapi bukan urusan SH Terate. Silakan kalau mau puasa. Misalnya puasa Senin dan Kamis, seperti diajarkan Nabi Muhammad. Itu sunah Rasul untuk umat yang beragama Islam. Kemudian puasa setiap bulan Suro. Ada lagi puasa Rajab. Terus puasa Syawal.

Semua itu, saya tidak akan melarang. Karena baik. Yang saya tidak sepakat adalah jika saudara melakukan puasa ini itu dan mengekspos, bahwa itu ajaran SH Terate. Tidak ada itu ajaran di SH Terate.

Kalau saya harus jujur, puasanya orang SH Terate adalah puasa batin. Itu dilakukan sepanjang hidup, sebagai upaya instropeksi diri. Belajar membersihkan hati. Biar hati kita bersih. Berkilat dan dicintai Tuhan Yang Maha Esa.

Sebab, tujuan akhir ajaran di SH Terate adalah bersama-sama menyingkap tabir di mana Sang Mutiara Hidup bertahta. Bukan mengejar kesaktian dan adigang-adung adiguna. Tapi yang kita kejar, yang kita cari adalah ridlo Allah. Tuhan Yang Maha Esa. Ini sesunggunya yang harus kita yakini. Sebab apa pun yang kita peroleh, jika itu ridlo Allah, kehendak atau pilihan Tuhan, pasti berakhir baik. Barokah, kebahagiaan, ketentraman, dan kedamaian dalam hidup ini tak bisa menandingi ridlo dan barokah dari Tuhan Yang Maha Esa.

Diposting dari hasil wawancara langsung dengan Ketua Umum SH Terate, H. Tarmadji Boedi Harsono,SE, oleh Andi Casiyem Sudin, Pimred lawupos.net.

Sumber: http://www.lawupos.net/?p=1872

Rakernas SH Terate Mulai Hari Ini (Jumat, 16 Oktober 2009)

Rapat Kerja Nasional Setia Hati Terate (Rakernas SH Terate) 2009, mulai hari ini Jumat (16/10) digelar di Padepokan SH Terate Pusat Madiun. Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun, H. Tarmadji Boedi Harsono, SE, mengatakan, "Rakernas kali ini bakal diikuti 200 ketua cabang SH Terate dari seluruh Indonesia."

“Rakernas SH Terate kali ini memang hanya mengundang ketua cabang. Dan tidak boleh, diwakili,” ujar Mas Madji, demikian ketua umum SH Terate akrab dipanggil.

Terdapat dua anggenda penting yang bakal dibahas dalam Rakernas yang dilaksanakan di Padepokan SH Terate Jl. Merak, Nambangan Kidul Kota Madiun. Pertama, evaluasi program kerja yang telah dilaksanakan, baik pusat maupun cabang. Kedua, meletakkan konsep dasar penekanan ajaran pada jati diri. ”Tema sentral Rakernas SH Terate 2009 ini ya kembali ke jati diri,” tambah Mas Madji.

Kembali ke jati diri dalam konteks ajaran SH Terate, jelas Mas Madji, adalah kembali ke ilmu Setia Hati. Yakni sosok ilmu yang mengajarkan kepada manusia untuk mengenal diri sendiri. Atau lebih dikenal dengan ilmu yakin. Atau ilmu takwa. "Kenapa saya menyebut ilmu takwa, karena seorang yang mengenal dirinya, dia pasti akan mengenal Tuhannya. Orang yang mengenal Tuhannya, dia akan berusaha menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Dalam konteks agama, orang yang demikian itu disebut takwa,” tegasnya.

Mas Madji menginformasikan, Rakernas SH Terate 2009 akan dilaksanakan selama dua hari, 16 – 18 Oktober 2009. Ajang ini juga terformat dalam acara halal bi halal inter kadang SH Terate.

Pantauan penulis (Mas Andi - admin blog www.shteratepandu.blogspot.com), persiapan perhelatan akbat kadang SH Terate seantero Indonesia ini, sudah dipersiapkan jauh hari sebelumnya. Bahkan sejak Ramadhan silam, ketua panitia Drs. Moerdjoko H.W., sudah beberapa kali menggelar rapat panitia. Finalnya kemarin malam.

Suasana di Padepokan SH Terate Pusat Madiun, sejak dua hari lalu, tampak sibuk. Panitia Rakernas yang kebagian kerja di perlengkapan, mulai mempersiapkan segala piranti rapat kerja. Dari menata meja kursi, mendisain ruangan, hingga menyetem sonsystem. “Harapan saya, semuanya nanti bisa berjalan lancar dan membuahkan kesepakatan yang bisa membawa berkah bagi SH Terate di masa-masa yang akan datang,” ujar Mas Mordjoko.

Sumber: www.shteratecantrik.blogspot.com oleh Mas Andi Casiyem Sudin